×
w3c
Bahasa
Logo Pengadilan Negeri Kraksaan

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pengadilan Negeri Kraksaan

Raya Panglima Sudirman No.5 Kraksaan, Probolinggo. Telp. 0335-841407 Ext.101 Fax. 0335-841307

Email : umum.pnkraksaan@gmail.com Delegasi : delegasi.pnkraksaan@gmail.com

Badan Pengawasan MA RIDirektori PutusanSp4n LaporReviewSistem Informasi Penelusuran Perkara


Logo Artikel

Artikel

Hak Untuk Memperoleh Ganti Rugi dan Rehabilitasi Ganti Rugi

Hak Untuk Memperoleh Ganti Rugi dan Rehabilitasi Ganti Rugi

 

Ganti Kerugian


Pasal 1 angka 22 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP


Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

 

Pasal 95


(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

(3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

(4) Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.

(5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.

 

Pasal 96


(1) Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan.

(2) Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat dengan lengkap semua hal yang dipertimbangkan sebagai alasan bagi putusan tersebut.

 

Rehabilitasi


Pasal 1 angka 23 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP


Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.

 

Pasal 97


(1) Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.

(4) Seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputuskan bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

(5) Rehabilitasi karena terdakwa dibebaskan, atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam putusan wajib dicantumkan rehabilitasi dengan rumusan sebagai berikut: "Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya."

 

 

Sumber:
- UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 38.


Hak Penasihat Hukum

Hak Penasihat Hukum

Berdasarkan UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, hak penasihat hukum diatur dalam :

 


Pasal 69

Penasihat hukum berhak menghubungi tersangka sejak saat ditangkap atau ditahan pada semua tingkat pemeriksaan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.


Pasal 70

(1) Penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak menghubungi dan berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.

(2) Jika terdapat bukti bahwa penasihat hukum tersebut menyalahgunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan, penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan memberi peringatan kepada penasihat hukum.

(3) Apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, maka hubungan tersebut diawasi oleh pejabat yang tersebut pada ayat (2).

(4) Apabila setelah diawasi, haknya masih disalahgunakan, maka hubungan tersebut disaksikan oleh pejabat tersebut pada ayat (2) dan apabila setelah itu tetap dilanggar maka hubungan selanjutnya dilarang.


Pasal 71

(1) Penasihat hukum, sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dalam berhubungan dengan tersangka diawasi oleh penyidik, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan tanpa mendengar isi pembicaraan.

(2) Dalam hal kejahatan terhadap keamanan negara, pejabat tersebut pada ayat (1) dapat mendengar isi pembicaraan.


Pasal 72

Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya.


Pasal 73

Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka setiap kali dikehendaki olehnya.


Pasal 74

Pengurangan kebebasan hubungan antara penasihat hukum dan tersangka sebagaimana tersebut pada Pasal 70 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan Pasal 71 dilarang, setelah perkara dilimpahkan oleh penuntut umum kepada pengadilan negeri untuk disidangkan, yang tembusan suratnya disampaikan kepada tersangka atau penasihat hukumnya serta pihak lain dalam proses.

 


Hak Pihak Ketiga

PERLAWANAN PIHAK KETIGA (Derden Verzet)

  1. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekusi atau sita jaminan tidak hanya dapat diajukan atas dasar hak milik, tetapi juga dapat didasarkan pada hak-hak lainnya, seperti hak pakai, HGB, HGU, hak tanggungan, hak sewa, dan lain-lain.
  2. Pemegang hak harus dilindungi dari suatu (sita) eksekusi dimana pemegang hak tersebut bukan sebagai pihak dalam perkara antara lain pemegang hak pakai. hak guna bangunan, hak tanggungan, hak sewa dan lain-lain.
  3. Pemegang hak tanggungan, apabila tanah dan rumah yang dijaminkan kepadanya dengan hak tanggungan disita, berdasarkan klausula yang terdapat dalam perjanjian yang dibuat dengan debiturnya langsung dapat minta eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala PUPN.
  4. Dalam perlawanan pihak ketiga tersebut pelawan harus dapat membuktikan bahwa ia mempunyai alas hak atas barang yang disita dan apabila ia berhasil membuktikan, maka ia akan dinyatakan sebagai pelawan yang benar dan sita akan diperintahkan untuk diangkat. Apabila pelawan tidak dapat membuktikan bahwa ia adalah pemilik dari barang yang disita maka pelawan akan dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar atau pelawan yang tidak jujur, dan sita akan dipertahankan.
  5. Perlawanan pihak ketiga yang diajukan oleh istri atau suami terhadap harta bersama yang disita, tidak dibenarkan karena harta bersama selalu merupakan jaminan untuk pembayaran hutang istri atau suami yang terjadi dalam perkawinan, yang harus ditanggung bersama.
  6. Apabila yang disita adalah harta bawaan atau harta asal suami atau istri maka istri atau suami dapat mengajukan perlawanan pihak ketiga dan perlawanannya dapat diterima, kecuali :
    1. Suami istri tersebut menikah berdasarkan BW dengan persatuan harta atau membuat perjanjian perkawinan berupa persatuan hasil dan pendapatan.
    2. Suami atau istri tersebut telah ikut menandatangani surat perjanjian hutang, sehingga harus ikut bertanggung jawab.
  7. Perlawanan pihak ketiga adalah upaya hukum luar biasa dan pada azasnya tidak menangguhkan eksekusi.
  8. Eksekusi mutlak harus ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang memimpin eksekusi yang bersangkutan, apabila perlawanan benar-benar beralasan, misalnya, apabila sertifikat tanah yang akan dilelang sejak semula jelas tercatat atas nama orang lain, atau dari BPKB yang diajukan, jelas terbukti bahwa mobil yang akan dilelang itu, sejak lama adalah milik pelawan. Harus diperhatikan apabila tanah atau mobil tersebut baru saja tercatat atas nama pelawan, karena ada kemungkinan tanah atau mobil itu diperoleh oleh pelawan, setelah tanah atau mobil itu disita, sehingga perolehan barang tersebut tidak sah.
  9. Terhadap perkara perlawanan pihak ketiga ini, Ketua Majelis yang memeriksa perkara tersebut, selalu harus melaporkan perkembangan perkara itu kepada Ketua Pengadilan Negeri, karena laparon tersebut diperlukan oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk menentukan kebijaksanaan mengenai diteruskan atau ditangguhkannya eksekusi yang dipimpinnya.
  10. Perlawanan pihak ketiga terhadap sita jaminan, yaitu sita conservatoir dan sita revindicatoir, tidak diatur baik dalam HIR, RBg, atau Rv. Dalam praktek menurut yurisprudensi putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-1962 No. 306 K/Sip/1962 dalam perkara : CV Sallas dkk melawan PT. Indonesian Far Eastern Pasific Line, dinyatakan bahwa meskipun mengenai perlawanan terhadap pensitaan conservatoir tidak diatur secara khusus dalam HIR, menurut yurisprudensi perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga selalu pemilik barang yang disita dapat diterima, juga dalam hal sita conservatoir, ini belum disahkan (van waarde verklaard). Lihat putusan Mahkamah Agung tanggal 31-10-1962 No. 306 K/Sip/1962, dalam Rangkuman Yurisprudensi II halaman 370).

 

Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 101-103.


Pra Peradilan

Pra Peradilan

  1. Pra peradilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus:

    1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan;

    2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;

    3. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. (Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP);

    4. Sah atau tidaknya penyitaan barang bukti (Pasal 82 ayat 1 huruf b KUHAP).

  2. Yang dapat mengajukan Pra peradilan adalah:

    1. Tersangka, yaitu apakah tindakan penahanan terhadap dirinya bertentangan dengan ketentuan Pasal 21 KUHAP, ataukah penahanan yang dikenakan sudah melawati batas waktu yang ditentukan Pasal 24 KUHAP;

    2. Penyidik untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penuntutan;

    3. Penuntut Umum atau pihak ketiga yang berkepentingan untuk memeriksa sah tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan misalnya saksi korban.

  3. Tuntutan ganti rugi, rehabilitasi yang diajukan oleh tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya, harus didasarkan atas:

    1. Penangkapan atau penahanan yang tidak sah;

    2. Penggeledahan atau penyitaan yang pertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang;

    3. Kekeliruan mengenai orang yang ditangkap, ditahan atau diperiksa.

     

PROSES PEMERIKSAAN PRA PERADILAN

  1. Pra peradilan dipimpin oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang Panitera (Pasal 78 ayat (2) KUHAP).

  2. Pada penetapan hari sidang, sekaligus memuat pemanggilan pihak pemohon dan termohon pra peradilan.

  3. Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung permohonan pra peradilan diperiksa, permohonan tersebut harus diputus.

  4. Pemohon dapat mencabut permohonan¬nya sebelum Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan apabila disetujui oleh termohon. Kalau termohon menyetujui usul pencabutan permohonan tersebut, Pengadilan Negeri membuat penetapan tentang pencabutan tersebut.

  5. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan sedangkan pemeriksaan pra peradilan belum selesai maka permohonan tersebut gugur. Hal tersebut dituangkan dalam bentuk penetapan.

UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PRA PERADILAN

  1. Putusan pra peradilan tidak dapat dimintakan banding (Pasal 83 ayat (1), kecuali terhadap putusan yang menyatakan "tidak sahnya" penghentian penyidikan dan penuntutan (Pasal 83 ayat (2) KUHAP).

  2. Dalam hal ada permohonan banding terhadap putusan pra peradilan sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1) KUHAP, maka permohonan tersebut harus dinyatakan tidak diterima.

  3. Pengadilan Tinggi memutus permintaan banding tentang tidak sahnya penghentian penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir.

  4. Terhadap Putusan pra peradilan tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi.

 

Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 54-56.

 



Sistem Informasi Penelusuran Perkara

SIPPAplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), merupakan aplikasi administrasi dan penyediaan informasi perkara baik untuk pihak internal pengadilan, maupun pihak eksternal pengadilan. Pengunjung dapat melakukan penelusuran data perkara (jadwal sidang sampai dengan putusan) melalui aplikasi ini.

Lebih Lanjut

Pencarian Dokumen Putusan di Direktori Putusan Mahkamah Agung

DirPutPencarian cepat Dokumen Putusan di Database Direktori Putusan Mahkamah Agung Agung Republik Indonesia

Pencarian Peraturan Perundangan, Kebijakan Peradilan dan Yurisprudensi

DJIHPencarian peraturan dan kebijakan dalam Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia


Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas

Dengan motto "Kreatif, Responsif, Aplikatif, Kognitif, Supel, Akuntabel dan Normatif" . Pengadilan Negeri Kraksaan selalu berusaha meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan kepuasan para pencari keadilan dalam rangka mewujudkan badan peradilan yang agung.