Artikel
Prosedur Penahanan dan Perpanjangan Penahanan
Prosedur Penahanan dan Perpanjangan Penahanan
PENAHANAN
-
Penahanan terhadap tersangka / terdakwa dapat diperintahkan oleh Penyidik, Penuntut Umum atau oleh Hakim berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.
-
Dalam masalah penahanan, maka sisa masa penahanan yang menjadi tanggung jawab penyidik tidak boleh dipakai oleh Penuntut Umum untuk kepentingan penuntutan.
-
Perhitungan pengurangan masa tahanan dari pidana yang dijatuhkan harus dimulai dari sejak penangkapan / penahanan oleh Penyidik, Penuntut Umum, dan Pengadilan.
-
Untuk menghindari kesalahpahaman di pihak Kepala Lembaga Pemasyarakatan dalam menghitung kapan tersangka / terdakwa harus dikeluarkan dari Lembaga Pemasyarakat maka tenggang-tenggang waktu penahanan harus disebutkan dengan jelas dalam putusan.
-
Sejak perkara terdaftar di Register Pengadilan Negeri maka tanggung jawab atas perkara tersebut beralih pada Pengadilan Negeri, dan sisa masa penahanan Penuntut Umum tidak boleh diteruskan oleh Hakim.
-
Apabila tersangka tidak ditahan maka jika Hakim bermaksud menggunakan perintah penahanan harus dilakukan dalam sidang (Pasal 20 ayat (3) KUHAP).
-
Apabila tersangka atau terdakwa sakit dan perlu dirawat di rumah sakit, sedangkan ia dalam keadaan ditahan, maka penahanan tersebut dibantar selama dilaksanakan perawatan di rumah sakit.
-
Masa penahanan karena tersangka atau terdakwa diobservasi karena diduga menderita gangguan jiwa sejak tersangka atau terdakwa diobservasi ditangguhkan.
-
Dalam hal Ketua Pengadilan Negeri mengabulkan permohonan perpanjangan penahanan yang diajukan oleh Penuntut Umum berdasarkan Pasal 25 KUHAP tidak dibenarkan untuk sekaligus mengalihkan jenis penahanan.
-
Penangguhan penahanan dapat dikabulkan apabila memenuhi syarat yang ditentukan dalam pasal 31 ayat (1) KUHAP jo. Pasal 35, 36 PP No. 27 tahun 1983.
-
Yang dapat mengajukan permohonan penang¬guhan adalah tersangka/ terdakwa (Pasal 31 ayat (1) KUHAP).
-
Besarnya uang jaminan ditentukan Hakim dengan memperhatikan berat ringannya tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, kedudukan terdakwa / penjamin dan kekayaan yang dimiliki olehnya.
-
Uang jaminan tersebut harus diserahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri. Uang jaminan yang diminta Penuntut Umum ataupun Pengadilan Tinggi tetap harus diserahkan dan disimpan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri (Pasal 35 PP No. 27 tahun 1983).
-
Apabila terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, maka uang jaminan tersebut berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan menjadi milik negara, dan disetor ke kas negara.
-
Dalam hal terdakwa melarikan diri, maka penjamin wajib membayar uang jaminan yang telah ditetapkan dalam perjanjian, apabila penjamin tidak membayar, maka melalui penetapan Pengadilan dilakukan penyitaan terhadap barang-barang milik penjamin menurut hukum acara perdata dan kemudian barang tersebut dilelang dan hasil lelang disetor ke kas negara.
-
Apabila terdakwa melarikan diri, maka penjamin tidak dapat diajukan sebagai terdakwa ke pengadilan dan mengenai persyaratan untuk diterima sebagai penjamin orang tersebut harus memiliki kecakapan untuk bertindak cukup mampu dan bertempat tinggal di Indonesia.
-
Pasal 21 ayat (4) KUHAP mengatur tentang tindak pidana yang terdakwanya dapat ditahan. Dalam hal ketentuan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP terpenuhi, Hakim dalam amar putusannya berbunyi memerintahkan agar terdakwa ditahan, putusan untuk itu harus disesuaikan dengan rumusan Pasal 197 ayat (1) huruf K KUHAP, yaitu memerintahkan agar terdakwa ditahan.
-
Untuk menghindari keterlambatan dikeluarkan¬nya penetapan perpanjangan penahanan (Pasal 29 KUHAP) oleh Ketua Pengadilan Tinggi, maka Ketua Pengadilan Negeri harus menyampaikan surat permohonan perpanjangan penahanan selambat-lambatnya 1O (sepuluh) hari sebelum masa penahanan berakhir.
-
Dalam hal terdakwa atau Penuntut Umum mengajukan banding, maka kewenangan penahanan beralih ke Pengadilan Tinggi sejak pernyataan banding tersebut.
-
Permohonan banding harus segera dilaporkan dengan sarana komunikasi tercepat pada hari itu juga kepada Pengadilan Tinggi.
-
Apabila Ketua / Hakim Pengadilan Tinggi akan melakukan penahanan, maka penetapan penahanan harus segera dikeluarkan.
-
Pada azasnya selama tersangka atau terdakwa berada dalam tahanan harus dikurangkan segenapnya dari hukuman yang dijatuhkan oleh Hakim (Pasal 22 ayat (4) KUHAP), akan tetapi apabila ada hal-hal yang khusus, Hakim dapat menjatuhkan putusan tanpa memotong tahanan (Pasal 33 ayat (1) KUHP).
-
Yang berwenang mengeluarkan tersangka/ terdakwa demi hukum dari tahanan adalah pejabat ditempat mana tersangka/ terdakwa ditahan.
STATUS TAHANAN
-
Tanggung jawab yuridis penahanan untuk pemeriksaan acara biasa berada pada pengadilan sejak perkara tersebut di limpahkan sedangkan untuk acara pemeriksaan acara singkat sejak saat penyidangan perkara tersebut.
-
Sejak putusan berkekuatan hukum tetap status terdakwa beralih menjadi narapidana.
-
Terhadap putusan bebas atau putusan lepas dari tuntutan hukum dimana Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi terdakwa harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
-
Apabila masa penahanan telah sama dengan pidana penjara yang diputuskan oleh Pengadilan maka terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
-
Apabila lamanya terdakwa ditahan telah sesuai dengan pidana penjara yang diputuskan oleh Pengadilan Tinggi, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan terdakwa dikeluar¬kan dari tahanan demi hukum. Surat perintah tersebut tembusannya dikirim ke Mahkamah Agung dan Jaksa kalau perkaranya kasasi.
-
Apabila dalam tingkat banding, maka lamanya penahanan telah sama dengan pidana yang dijatuhkan Pengadilan Negeri, maka Ketua Pengadilan Negeri dapat mengeluarkan dari tahanan atas izin Ketua Pengadilan Tinggi.
-
Paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum masa penahanan berakhir Pengadilan Negeri wajib menanyakan tentang status penahanan terdakwa kepada Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
Sumber: - Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 45-50.
Gugatan Kepentingan Umum
Prosedur Gugatan Untuk Kepentingan Umum
-
Organisasi kemasyarakatan / Lembaga Swadaya Masya¬rakat dapat mengajukan Gugatan untuk kepentingan masyarakat. Antara lain dalam perkara lingkungan dan perlindungan konsumen.
-
Organisasi kemasyarakatan/ Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengajukan gugatan untuk kepentingan umum harus memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang yang bersangkutan.
Misalnya:-
Undang-undang No. 23. Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, harus disyaratkan bahwa organisasi lingkungan tersebut harus:
-
Berbentuk badan hukum atau yayasan.
-
Dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
-
Telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
-
-
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 2 ayat (I) Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat, bahwa LPKSM harus:
-
Berbentuk badan hukum atau yayasan.
-
Anggaran dasarnya menyebutkan dengan tugas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
-
Untuk mendapat pengakuan sebagai LPKSM, harus dipenuhi syarat-syarat terdaftar pada Pemerintah Kabupaten/kota dan bergerak dalam bidang perlindungan konsumen sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar LPKSM.
-
-
-
Dalam perkara lingkungan, yang dapat dituntut adalah tuntutan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
-
Dalam perkara perlindungan konsumen yang dapat dituntut adalah ganti kerugian sepanjang atau terbatas pada kerugian atau ongkos-ongkos yang diderita atau dikeluarkan oleh penggugat.
-
Selain dari itu dapat juga dituntut:
-
Penghentian kegiatan.
-
Permintaan maaf.
-
Pembayaran uang paksa (dwangsom).
-
Sumber:
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 65-66.
Prosedur Penerimaan Perkara Pidana Biasa
Prosedur Penerimaan Perkara Pidana Biasa
MEJA PERTAMA
-
Menerima berkas perkara pidana, lengkap dengan surat dakwaannya dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara tersebut. Terhadap perkara yang terdakwanya ditahan dan masa tahanan hampir berakhir, petugas segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan.
-
Berkas perkara dimaksud di atas meliputi pula barang¬-barang bukti yang akan diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, baik yang sudah dilampirkan dalam berkas perkara maupun yang kemudian diajukan ke depan persidangan. Barang-barang bukti tersebut didaftarkan dalam register barang bukti.
-
Bagian penerimaan perkara memeriksa kelengkapan berkas. Kelengkapan dan kekurangan berkas dimaksud diberitahukan kepada Panitera Muda Pidana.
-
Dalam hal berkas perkara dimaksud belum lengkap, Panitera Muda Pidana meminta kepada Kejaksaan untuk melengkapi berkas dimaksud sebelum diregister.
-
Pendaftaran perkara pidana biasa dalam register induk, dilaksanakan dengan mencatat nomor perkara sesuai dengan urutan dalam buku register tersebut.
-
Pendaftaran perkara pidana singkat, dilakukan setelah Hakim melaksanakan sidang pertama.
-
Pendaftaran perkara tindak pidana ringan dan lalu lintas dilakukan setelah perkara itu diputus oleh pengadilan.
-
Petugas buku register harus mencatat dengan cermat dalam register terkait, semua kegiatan yang berkenaan dengan perkara dan pelaksanaan putusan ke dalam register induk yang bersangkutan.
-
Pelaksanaan tugas pada Meja Pertama, dilakukan oleh Panitera Muda Pidana dan berada langsung dibawah koordinasi Wakil Panitera.
MEJA KEDUA
-
Menerima pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali dan grasi / remisi.
-
Menerima dan memberikan tanda terima atas:
-
Memori Banding;
-
Kontra Memori Banding;
-
Memori Kasasi;
-
Kontra Memori Kasasi;
-
Alasan Peninjauan Kembali;
-
Jawaban / tanggapan Peninjauan Kembali;
-
Permohonan Grasi / Remisi;
-
Penangguhan pelaksanaan putusan;
-
Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 1-2.
Gugatan Perwakilan Kelompok
Prosedur Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) PERMA No. 1 Tahun 2002
-
Gugatan Perwakilan Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dia atau dari dia mereka sendiri.
-
Gugatan Perwakilan Kelompok diajukan dalam hal:
-
Jumlah anggota kelompok semakin banyak sehingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan.
-
Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat subtansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya.
-
Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya.
-
-
Surat gugatan kelompok mengacu pada persyaratan-persyaratan yang diatur Acara Perdata yang berlaku, dan harus memuat:
-
Identitas lengkap dan jelas dan perwakilan kelompok.
-
Identitas kelompok secara rinci tanpa menyebutkan nama anggota.
-
Identitas lengkap dan jelas wakil kelompok, tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu.
-
Identitas kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan.
-
Posita dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terinci.
-
Gugatan perwakilan dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda.
-
Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian.
-
-
Gugatan perwakilan dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda.
-
Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok (Pasal 4).
-
Pada awal proses pemeriksaan persidangan, hakim wajib memeriksa dan mempertimbangkan kriteria gugatan perwakilan kelompok dan memberikan nasihat kepada para pihak mengenal persyaratan gugatan perwakilan kelompok, selanjutnya hakim memberikan penetapan mengenai sah tidaknya gugatan perwakilan kelompok tersebut.
-
Apabila penggunaan prosedur gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah, maka hakim segera memerintahkan penggugat mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan hakim.
-
Apabila penggunaan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan tidak sah, maka pemeriksaan gugatan dihentikan dengan suatu putusan hakim.
-
Dalam proses perkara tersebut Hakim wajib mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara.
-
Cara pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat dilakukan melalui media cetak dan/atau elektronik, kantor-kantor pemerintah seperti kecamatan, kelurahan atau desa, kantor pengadilan, atau secara langsung kepada anggota kelompok yang bersangkutan sepanjang yang dapat diidentifikasi berdasarkan persetujuan hakim.
-
Pemberitahuan kepada anggota kelompok wajib dilakukan pada tahap-tahap:
-
Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah; dan selanjutnya anggota kelompok dapat membuat pernyataan keluar.
-
Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi ketika gugatan dikabulkan.
-
-
Pemberitahuan memuat:
-
Nomor gugatan dan identitas penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok serta pihak tergugat atau para tergugat;
-
Penjelasan singkat tentang kasus;
-
Penjelasan tentang pendefinisian kelompok;
-
Penjelasan dan implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok;
-
Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang termasuk dalam definisi kelompok untuk keluar dari keanggotaan kelompok;
-
Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam, pemberitahuan pernyataan keluar dapat diajukan ke pengadilan;
-
Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan pernyataan keluar;
-
Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa yang tepat yang tersedia bagi penyediaan informasi tambahan;
-
Formulir isian tentang pernyataan keluar anggota kelompok sebagaimana diatur dalam lampiran Peraturan Mahkamah Agung ini;
-
Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan.
-
-
Setelah pemberitahuan dilakukan oleh wakil kelompok berdasarkan persetujuan hakim, anggota kelompok dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim diberi kesempatan menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok dengan mengisi formulir yang diatur dalam lampiran Peraturan Mahkamah Agung ini.
-
Pihak yang telah menyatakan diri keluar dari keanggotaan gugatan perwakilan kelompok secara hukum tidak terkait dengan putusan atas gugatan perwakilan kelompok yang dimaksud.
-
Gugatan perwakilan kelompok diajukan dalam perkara lingkungan (Pasal 37 Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup), perkara Perlindungan Konsumen (Pasal 46 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen), dan perkara kehutanan (Pasal 71 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).
-
Dalam gugatan perwakilan kelompok (class action), apabila gugatan ganti rugi dikabulkan, hakim wajib memutuskan jumlah ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah¬langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian seperti halnya kewajiban melakukan pemberitahuan atau notifikasi. (Pasal 9 PERMA).
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 62-65. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan.
Sistem Informasi Penelusuran Perkara
Aplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), merupakan aplikasi administrasi dan penyediaan informasi perkara baik untuk pihak internal pengadilan, maupun pihak eksternal pengadilan. Pengunjung dapat melakukan penelusuran data perkara (jadwal sidang sampai dengan putusan) melalui aplikasi ini.
Pencarian Dokumen Putusan di Direktori Putusan Mahkamah Agung
Pencarian cepat Dokumen Putusan di Database Direktori Putusan Mahkamah Agung Agung Republik Indonesia
-
Berita Mahkamah Agung
Error: Feed tidak dapat ditampilkan. - Create by ZenoRSS
-
Berita Badan Peradilan Umum
Error: Feed tidak dapat ditampilkan. - Create by ZenoRSS
Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas