×
w3c
Bahasa
Logo Pengadilan Negeri Kraksaan

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pengadilan Negeri Kraksaan

Raya Panglima Sudirman No.5 Kraksaan, Probolinggo. Telp. 0335-841407 Ext.101 Fax. 0335-841307

Email : umum.pnkraksaan@gmail.com Delegasi : delegasi.pnkraksaan@gmail.com

Badan Pengawasan MA RIDirektori PutusanSp4n LaporReviewSistem Informasi Penelusuran Perkara


Logo Artikel

Artikel

Pengadilan Anak

Pengadilan Anak

Pengadilan Anak bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak, dan batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.
Pemeriksaan perkara:

  1. Dalam hal anak melakukan tindak pidana sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang Pengadilan setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun tetap diajukan ke sidang anak.

  2. Hakim yang mengadili perkara anak, adalah Hakim yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi.

  3. Dalam hal belum ada Hakim Anak, maka Ketua Pengadilan dapat menunjuk Hakim Anak dengan memperhatikan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997, dengan ketentuan yang bersangkutan segera diusulkan sebagai Hakim Anak.

  4. Hakim Anak memeriksa dan mengadili perkara anak dengan Hakim Tunggal, dan dalam hal tertentu Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk Hakim Majelis (Yang dimaksud dengan "hal tertentu" adalah apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan sulit pembuktiannya).

  5. Dalam hal anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa dan atau anggota TNI, maka anak yang bersangkutan diajukan ke sidang Anak, sedangkan orang dewasa dan atau anggota TNI diajukan ke sidang yang bersangkutan.

  6. Dalam hal anak melakukan tindak pidana HAM Berat, diajukan ke Sidang Anak.

  7. Acara persidangan anak dilakukan sebagai berikut:

    1. Persidangan dilakukan secara tertutup;

    2. Hakim, Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Terdakwa tidak menggunakan Toga;

    3. Sebelum sidang dibuka, Hakim memerintahkan agar Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil Penelitian Kemasyarakatan (Litmas) mengenai anak yang bersangkutan;

    4. Selama dalam persidangan, Terdakwa wajib didampingi oleh orang tua atau wali atau orang tua asuh, penasihat hukum dan pembimbing kemasyarakatan;

    5. Pada waktu memeriksa saksi, Hakim dapat memerintahkan agar Terdakwa dibawa keluar ruang sidang, akan tetapi orang tua, wali atau orang tua asuh, Penasihat Hukum, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap hadir;

    6. Dalam persidangan, Terdakwa Anak dan Saksi Korban Anak dapat juga didampingi oleh Petugas Pendamping atas izin Hakim atau Majelis Hakim;

    7. Putusan wajib diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum;

  8. Penahanannya:

    1. Hakim di sidang pengadilan berwenang melakukan penahanan bagi anak paling lama 15 (lima belas) hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari;

    2. Penahanan dilakukan setelah dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anak dan atau kepentingan masyarakat. Alasan penahanan harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan;

    3. Tempat penahanan bagi anak harus dipisahkan dari orang dewasa;

  9. Putusan:

    1. Sebelum mengucapkan putusannya, Hakim memberikan kesempatan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh, untuk mengemukakan segala ikhwal yang bermanfaat bagi anak.

    2. Putusan wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan.

    3. Terhadap anak nakal dapat dijatuhi pidana atau tindakan:

      1. Pidana yang dijatuhkan terdiri dari Pidana Pokok dan Pidana Tambahan. Pidana Pokok meliputi: penjara, kurungan, denda atau pidana pengawasan. Pidana Tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan / atau pembayaran ganti rugi.

      2. Tindakan yang dapat dijatuhkan pada anak nakal berupa:

        1. mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh;

        2. menyerahkan pada Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja; atau

        3. menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

    4. Terhadap Terdakwa anak sedapat mungkin tidak dijatuhi pidana penjara (vide: UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

    5. Pidana penjara, Pidana kurungan atau Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling lama atau paling banyak ½  (satu perdua) maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa. Ketentuan ini diberlakukan juga dalam hal minimum ancaman pidana bagi anak (yurisprudensi tetap).

    6. Apabila anak nakal melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 tahun, akan tetapi apabila anal nakal tersebut belum mencapai usia 12 (dua belas) tahun, maka terhadap anak nakal tersebut hanya dapat dijatuhi tindakan menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja atau menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja.

    7. Apabila anak nakal yang melakukan tindak pidana belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun yang tidak diancam pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka terhadap anak nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam butir 3b di atas, dan dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.

    8. Dalam hal anak nakal dijatuhi pidana denda dan denda tersebut tidak dapat dibayar, maka diganti dengan wajib latihan kerja.

    9. Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih 4 (empat) jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari.

    10. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan Hakim apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun, dan  jangka waktu masa pidana bersyarat paling lama 3 (tiga) tahun.

    11. Dalam hal anak melakukan pelanggaran lalu lintas jalan, diterapkan acara pemeriksaan menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam KUHAP, demi kepentingan anak yang bersangkutan (yurisprudensi tetap).

     

Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 83-88.


Prosedur Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Cepat

TINDAK PIDANA RINGAN

  1. Pengadilan menentukan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.

  2. Hari tersebut diberitahukan Pengadilan kepada Penyidik supaya dapat mengetahui dan mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan.

  3. Pelimpahan perkara tindak pidana ringan, dilakukan Penyidik tanpa melalui aparat Penuntut Umum.

  4. Penyidik mengambil alih wewenang aparat Penuntut Umum.

  5. Dalam tempo 3 (tiga) hari Penyidik menghadapkan segala sesuatu yang diperlukan ke sidang, terhitung sejak Berita Acara Pemeriksaan selesai dibuat Penyidik.

  6. Jika terdakwa tidak hadir, Hakim dapat menyerahkan putusan tanpa hadirnya terdakwa.

  7. Setelah Pengadilan menerima perkara dengan Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan, Hakim yang bertugas memerintahkan Panitera untuk mencatat dalam buku register.

  8. Pemeriksaan perkara dengan Hakim tunggal.

  9. Pemeriksaan perkara tidak dibuat BAP, karena Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik sekaligus dianggap dan dijadikan BAP Pengadilan.

  10. BAP Pengadilan dibuat, jika ternyata hasil pemeriksaan sidang Pengadilan terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan yang dibuat Penyidik.

  11. Putusan dalam pemeriksaan perkara tindak pidana ringan tidak dibuat secara khusus dan tidak dicatat / disatukan dalam BAP. Putusannya cutup berupa bentuk catatan yang berisi amar-putusan yang disiapkan / dikirim oleh Penyidik.

  12. Catatan tersebut ditanda tangani oleh Hakim.

  13. Catatan tersebut juga dicatat dalam buku register.

  14. Pencatatan dalam buku register ditandatangani oleh Hakim dan Panitera sidang.

 

PERKARA PELANGGARAN LALULINTAS JALAN

  1. Catatan pemeriksaan yang dibuat Penyidik, memuat dakwaan dan pemberitahuan diserahkan kepada Pengadilan selambat-lambatnya pada kesempatan hari sidang pertama.

  2. Panitera dalam pemeriksaan sidang tidak perlu membuat berita acara. Putusan adalah berupa catatan Hakim dalam formulir tilang dan Panitera Pengganti melapor pada petugas register untuk mencatat dalam buku register.

  3. Pada hari dan tanggal yang ditentukan dalam pembe¬ritahuan pemeriksaan terdakwa atau wakilnya tidak datang di sidang Pengadilan pemeriksaan perkara tidak ditunda tetapi dilanjutkan.

  4. Dalam hal putusan diucapkan diluar hadirnya terdakwa, Panitera segera menyampaikan surat amar putusan kepada terdakwa melalui Penyidik.

  5. Penyidik mengembalikan surat amar putusan yang telah diberitahukan itu kepada Panitera.

  6. Panitera meneliti apakah dalam surat amar putusan terdapat tanggal serta tanda tangan terpidana.

  7. Tenggang waktu mengajukan perlawanan 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberitahuan putusan kepada terpidana.

  8. Panitera memberitahukan kepada Penyidik tentang adanya pengajuan perlawanan dari terpidana.

  9. Pemberitahuan disusul dengan Penetapan Hakim tentang hari sidang untuk memeriksa kembali perkara yang bersangkutan.

  10. Pengembalian barang sitaan/ bukti segera setelah putusan dijatuhkan dan setelah yang bersangkutan memenuhi amar putusan

 

Sumber: “Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 140-142. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.


Prosedur Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Singkat

  1. Berdasarkan pasal 203 KUHAP maka yang diartikan dengan perkara acara singkat adalah perkara pidana yang menurut Penuntut Umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.

  2. Pengajuan perkara pidana dengan acara singkat oleh Penuntut Umum dapat dilakukan pada hari¬-hari persidangan tertentu yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

  3. Pada hari yang telah ditetapkan tersebut penuntut umum langsung membawa dan melimpahkan perkara singkat kemuka Pengadilan.

  4. Ketua Pengadilan Negeri sebelum menentukan hari persidangan dengan acara singkat, sebaiknya mengadakan koordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri setempat dan supaya berkas perkara dengan acara singkat diajukan tiga hari sebelum hari persidangan.

  5. Penunjukan Majelis / Hakim dan hari persidangan disesuaikan dengan keadaan di daerah masing-masing.

  6. Pengembalian berkas perkara kepada kejaksaan atas alasan formal atau berkas perkara tidak lengkap.

  7. Pengembalian berkas perkara dilakukan sebelum perkara diregister.

  8. Cara pengembalian kepada kejaksaan dilakukan secara langsung pada saat sidang di pengadilan tanpa prosedur adminstrasi.

  9. Dalam acara singkat, setelah sidang dibuka oleh Ketua Majelis serta menanyakan identitas terdakwa kemudian Penuntut Umum diperintahkan untuk menguraikan tindak pidana yang didakwakan secara lisan, dan hal tersebut dicatat dalam Berita Acara Sidang sebagai pengganti surat dakwaan (pasal 203 ayat 3 KUHAP).

  10. Tentang pendaftaran perkara pidana dengan acara singkat, didaftar di Panitera Muda Pidana setelah Hakim memulai pemeriksaan perkara.

  11. Apabila pada hari persidangan yang ditentukan terdakwa dan atau saksi-saksi tidak hadir, maka berkas dikembalikan kepada Penuntut Umum secara langsung tanpa penetapan, sebaiknya dengan buku pengantar (ekspedisi).

  12. Hakim dalam sidang dapat memerintahkan kepada penuntut umum mengadakan pemeriksaan tambahan untuk menyempurnakan pemeriksaan penyidikan jika hakim berpendapat pemeriksaan penyidikan masih kurang lengkap.

  13. Perintah pemeriksaan tambahan dituangkan dalam surat penetapan.

  14. Pemeriksaan tambahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari, sejak penyidik menerima surat penetapan pemeriksaan tambahan.

  15. Jika hakim belum menerima hasil pemeriksaan tambahan dalam waktu tersebut, maka hakim segera mengeluarkan penetapan yang memerintahkan supaya perkara diajukan dengan acara biasa.

  16. Pemeriksaan dialihkan ke pemeriksaan acara cepat dengan tata cara sesuai Pasal 203 ayat (3) huruf b KUHAP.

  17. Untuk kepentingan persidangan Hakim menunda persidangan paling lama 7 hari.

  18. Putusan perkara pidana singkat tidak dibuat secara khusus tetapi dicatat dalam Berita Acara Sidang.

  19. BAP dibuat dengan rapi, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip ex jika terdapat kesalahan tulisan diperbaiki dengan renvoi.

  20. Ketua Majelis Hakim / Hakim yang ditunjuk bertanggung-jawab atas ketepatan batas waktu minutasi.

  21. Paling lambat sebulan setelah pembacaan putusan, berkas perkara sudah diminutasi.

  22. Hakim memberikan surat yang memuat amar putusan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya, dan penuntut umum.

Sumber diolah dari:
1.Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 28-29.
2.“Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 138-140. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.


Prosedur Pemeriksaan Perkara Pidana dengan Acara Biasa

  1. Penunjukan hakim atau majelis hakim dilakukan oleh KPN setelah Panitera mencatatnya di dalam buku register perkara seterusnya diserahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menetapkan Hakim / Majelis yang menyidangkan perkara tersebut.

  2. Ketua Pengadilan Negeri dapat mendelegasikan pembagian perkara kepada Wakil Ketua terutama pada Pengadilan Negeri yang jumlah perkaranya banyak.

  3. Pembagian perkara kepada Majelis / Hakim secara merata dan terhadap perkara yang menarik pehatian masyarakat, Ketua Majelisnya KPN sendiri atau majelis khusus.

  4. Sebelum berkas diajukan ke muka persidangan, Ketua Majelis dan anggotanya mempelajari terlebih dahulu berkas perkara.

  5. Sebelum perkara disidangkan, Majelis terlebih dahulu mempelajari berkas perkara, untuk mengetahui apakah surat dakwaan telah memenuhi-syarat formil dan materil.

  6. Syarat formil: nama, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, tempat tinggal, pekerjaan terdakwa, jenis kelamin, kebangsaan dan agama.

  7. Syarat-syarat materiil:

    1. Waktu dan tempat tindak pidana dilakukan (tempus delicti dan locus delicti);

    2. Perbuatan yang didakwakan harus jelas di¬rumuskan unsur-unsurnya;

    3. Hal-hal yang menyertai perbuatan-perbuatan pidana itu yang dapat menimbulkan masalah yang memberatkan dan meringankan.

  8. Mengenai butir a dan b merupakan syarat mutlak, apabila syarat-syarat tersebut tidak ter¬penuhi dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan (pasal 143 ayat 3 KUHAP).

  9. Dalam hal Pengadilan berpendapat bahwa perkara menjadi kewenangan pengadilan lain maka berkas perkara dikembalikan dengan penetapan dan dalam tempo 2 X 24 jam, dikirim kepada Jaksa Penuntut Umum dengan perintah agar diajukan ke Pengadilan yang berwenang (pasal 148 KUHAP).

  10. Jaksa Penuntut Umum selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari dapat mengajukan perlawanan terhadap penetapan tersebut dan dalam waktu 7 (tujuh) hari Pengadilan Negeri wajib mengirimkan perlawanan tersebut ke Pengadilan Tinggi (pasal 149 ayat 1 butir d KUHAP).

  11. Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip persidangan diantaranya pemeriksaan terbuka untuk umum, hadirnya terdakwa dalam persidangan dan pemeriksaan secara langsung dengan lisan.

  12. Terdakwa yang tidak hadir pada sidang karena surat panggilan belum siap, persidangan ditunda pada hari dan tanggal berikutnya.

  13. Ketidakhadiran terdakwa pada sidang tanpa alasan yang sah, sikap yang diambil:

    1. sidang ditunda pada hari dan tanggal berikutnya;

    2. memerintahkan Penuntut Umum untuk memanggil terdakwa;

    3. jika panggilan kedua, terdakwa tidak hadir lagi tanpa alasan yang sah, memerintahkan Penuntut Umum memanggil terdakwa sekali lagi;

    4. jika terdakwa tidak hadir lagi, maka memerintahkan Penuntut Umum untuk menghadirkan terdakwa pada sidang berikutnya secara paksa.

  14. Keberatan diperiksa dan diputus sesuai dengan ketentuan KUHAP.

  15. Perkara yang terdakwanya ditahan dan diajukan permohonan penangguhan / pengalihan penahanan, maka dalam hal dikabulkan atau tidaknya permohonan tersebut harus atas musyawarah Majelis Hakim.

  16. Dalam hal permohonan penangguhan/ pengalihan penahanan dikabulkan, penetapan ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Hakim Anggota.

  17. Penahanan terhadap terdakwa dilakukan berdasar alasan sesuai Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) KUHAP, dalam waktu sesuai Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 KUHAP.

  18. Penahanan dilakukan dengan mengeluarkan surat perintah penahanan yang berbentuk penetapan.

  19. Penangguhan penahanan dilakukan sesuai Pasal 31 KUHAP.

  20. Dikeluarkannya terdakwa dari tahanan dilakukan sesuai Pasal 26 ayat (3) dan Pasal 190 huruf b.

  21. Hakim yang berhalangan mengikuti sidang, maka KPN menunjuk Hakim lain sebagai penggantinya.

  22. Kewajiban Panitera Pengganti yang mendampingi Majelis Hakim untuk mencatat seluruh kejadian dalam persidangan.

  23. Berita Acara Persidangan mencatat segala kejadian disidang yang berhubungan dengan pemeriksaan perkara, memuat hal penting tentang keterangan saksi dan keterangan terdakwa, dan catatan khusus yang dianggap sangat penting.

  24. Berita Acara Persidangan ditandatangani Ketua Majelis dan Panitera Pengganti, sebelum sidang berikutnya dilaksanakan.

  25. Berita Acara Persidangan dibuat dengan rapih, tidak kotor, dan tidak menggunakan tip-ex jika terdapat kesalahan tulisan.

  26. Ketua Majelis Hakim / Hakim yang ditunjuk bertanggung jawab atas ketepatan batas waktu minutasi.

  27. Segera setelah putusan diucapkan Majelis Hakim dan Panitera Pengganti menandatangani putusan.

  28. Segera setelah putusan diucapkan pengadilan memberikan petikan putusan kepada terdakwa atau Penasihat Hukumnya dan Penuntut Umum.

Sumber:
1.Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, halaman 26-28.
2.“Tata Cara Pemeriksaan Administrasi Persidangan” dalam buku Tata Laksana Pengawasan Peradilan, Buku IV, Edisi 2007, Badan Litbang Diklat Kumdil MA RI, 2007, hlm. 136-138. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 145/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku IV Pedoman Pelaksanaan Pengawasan di Lingkungan Badan-Badan Peradilan.



Sistem Informasi Penelusuran Perkara

SIPPAplikasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), merupakan aplikasi administrasi dan penyediaan informasi perkara baik untuk pihak internal pengadilan, maupun pihak eksternal pengadilan. Pengunjung dapat melakukan penelusuran data perkara (jadwal sidang sampai dengan putusan) melalui aplikasi ini.

Lebih Lanjut

Pencarian Dokumen Putusan di Direktori Putusan Mahkamah Agung

DirPutPencarian cepat Dokumen Putusan di Database Direktori Putusan Mahkamah Agung Agung Republik Indonesia

Pencarian Peraturan Perundangan, Kebijakan Peradilan dan Yurisprudensi

DJIHPencarian peraturan dan kebijakan dalam Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Mahkamah Agung Republik Indonesia


Pelayanan Prima, Putusan Berkualitas

Dengan motto "Kreatif, Responsif, Aplikatif, Kognitif, Supel, Akuntabel dan Normatif" . Pengadilan Negeri Kraksaan selalu berusaha meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan kepuasan para pencari keadilan dalam rangka mewujudkan badan peradilan yang agung.